(CATATAN #5) Yuk! Memahami Lebih Dalam Mengenai DUA KALIMAT SYAHADAT

Syahadatain

Mengenal Iman Bag. Kelima


Numpang sharing sore
*Pernah beberapa orang pada waktu yg berbeda bertanya kepada saya.*

Intinya pertanyaan mereka begini:
_Kalau rukun iman yg pertama adalah iman kepada Allah dan salah satu hal agar beriman kepada Allah itu ialah mengimani wujud Allah dg cara melihat, lalu bagaimana dengan syahadat? Apakah harus melihat Nabi Muhammad bin Abdullah?_

Sebelum saya menjawab, mohon kiranya dipahami terlebih dahulu, bahwa selalu apa saja dan kapan saja serta dimana saja yg saya sampaikan bukanlah kebenaran mutlak, kecuali yg saya sampaikan itu dari Allah dan RasulNya. Dan terserah kepada saudara saudara mau menerima atau tidak monggo saja. Saya sebatas hanya menyampaikan mengikuti anjuran Rasululah: _Sampaikan dari-ku walau satu ayat_. 

Biarlah Rasulullah saja yang menjadi da'i (mengajak), saya menjadi penyampai (mubalighnya) saja. Saya baru sebatas mengajak diri sendiri.

➡Di dalam hadist Jibril, jawaban Rasulullah mengenai apa itu islam, yg pertama adalah mengucap dua kalimah syahadat. Dan itu merupakan rukun islam yg pertama.


➡Pada waktu Rasulullah saw ditanya Malaikat Jibril tentang iman, beliau tdk memasukkan bersyahadat itu sebagai salah satu jawaban dari pertanyaan iman. Tetapi Rosulullah menjawab beriman kepada Allah, kepada para malaikat dan seterusnya.

➡Islam rukunnya ada lima dan berbeda dengan rukun iman yg enam. Dan Rukun iman yg pertama adalah beriman kepada Allah, yakni membenarkan qalbunya melihat dan mendengar.

➡Bersyahadat tidak dimasukkan sebagai rukun iman tetapi rukun islam karena islam (tunduk) itu ta'at kepada Allah dan Rasulnya, kalaupun ta'at kepada yg lainnya itu harus dalam rangka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan iman itu membenarkan (tasdiq) qalbunya melihat dan mendengar.


*Menurut Jumhur 'Ulama' Iman Itu:
-Tasdiqun bil qalbi
-Qaulun bil lisaan
-Amalun bil arkaan

Menurut hemat saya, mengucap dengan lisan pada iman itu bukan mengucap dua kalimat syahadat. Bersyahadat Itu rukum islam. Tetapi iman itu ketika melihat lisannya mengucap *haada robbi* dan kerika mendengar lisannya mengucap *sami'na wa atha'na.*

✅Wujud Allah itu kekal dan wujud dhahir Rasulullah Muhammad bin Abdulah itu fana. Maka dua kalimah syahadat itu rukun islam bukan rukun iman.
Ta'at kepada Allah dan Rasulnya (islam) itu tidak harus melihat wujud dhahir keduanya. karena dengan cara mendengar perintahnya kita sdh bisa ta'at. Dengan demikian bersyahadat tdk harus melihat wujud dhahir Muhammad bin Abdullah bin Abdulmuthalib. 

Tetapi iman kepada Allah (rukun iman yg pertama) haruslah melihat  agar bisa tasdiqun bil qalbi, dan mendengar agar bisa amalun bil arkaan. Tidak bisa hanya mendengar saja tanpa melihat atau melihat saja tanpa mendengar.Oleh sebab itu muslim belum tentu mukmin tetapi mukmin sdh tentu muslim karena mukmin juga mendengar selain melihat.
Kata Allah itu nama. Dan Wujud  yang bernama Allah itu ghaib bagi orang yg belum melihat. Namun wujud Dia itu nyata/dhahir bagi orang yg sudah terbuka mata qalbunya (mata hatinya). Ketahuilah bahwa Allah itu maha dhahir...

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.

"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang *Dhahir* dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu" Surah Al-Hadid (57:3)
 
Profesor M Qurais Sihab, ahli tafsir terkemuka di Indonesia saat ini menjelaskan demikian:
_isi saku saya bagi orang lain (yg tdk tahu) adalah ghaib tetapi ia dhahir bagi saya (karena mengetahui).

Allah itu ghaib bagi yg tdk melihat, namun Allah dhahir bagi orang yg sudah melihat melalui pandangan mata qalbu (mata hati). Dan mata biasa atau mata lahiriyah itu terbatas kemampuannya dan Allah tidak bisa dilihat dengan mata itu. Menurut Allah:



لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata,*sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan* dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Surah Al-An'am (6:103)


Mau mengikuti Allah dan Rasulnya atau mengikuti kemauan sendiri, silakan saja. Saya hanya menyampaikan. Mohon maaf bila ada salah saya.
Maturnuwun.

*Wallahu'alam.*
(Written By_Ust. Ichsan_Di Grup WhatsApp Al Muttaqien, Diakses Pada Rabu, 05 Oktober 2016)